Revolusi Indonesia (1945-1950)



Perubahan yang sangat cepat di Indonesia dari masa penjajahan Jepang ke masa kemerdekaan dikenal sebagai Revolusi Indonesia. Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan peristiwa yang sangat revolusioner sebab peristiwa tersebut tidak hanya merupakan titik awal bangsa ini melakukan pemerintahan sendiri melainkan juga peristiwa yang mengakhiri zaman imperialisme di Indonesia. Setelah memproklamasikan kemerdekaan, bangsa ini dihadapkan pada kenyataan bahwa untuk mengisi kemerdekaan bukanlah hal mudah. Hal itu harus dilakukan dengan gerakan revolusioner untuk membentuk struktur negara merdeka dan berdaulat.


Gerakan revolusioner dalam kurun waktu 1945-1949 ditandai dengan pembentukan kelembagaan dan aspek yuridis negara merdeka, melucuti tentara Jepang yang kalah dalam PD II, melakukan peperangan dan diplomasi mengusir pasukan Belanda dan Sekutu dari Indonesia dan mengatasi konflik antargolongan di dalam negeri.

1. Revolusi dalam Pembentukan Konstitusi dan Lembaga Negara


Setelah negara RI berdiri pada tanggal 17 Agustus 1945 para pendiri bangsa (founding fathers) mulai menyadari betapa pentingnya menyusun lembaga kenegaraan. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang merupakan lembaga yang didirikan sebelum proklamasi mengadakan sidang pada tanggal 18 Agustus 1945. Dalam sidang yang dilaksanakan di Pejambon Jakarta itu mengesahkan UUD 1945 serta berhasil memilih presiden dan wakil presiden. Rapat PPKI untuk menetapkan UUD 1945 berjalan alot. Terjadi perdebatan di antara para anggota. Namun demikian, karena terdapat jiwa kenegaraan yang besar dari para peserta rapat akhirnya mereka sepakat untuk segera menetapkan UUD 1945 sebagai undang-undang dasar negara.

Bung Karno dan Bung Hatta sebagai proklamator meminta Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Mr Teuku Mohammad Hasan untuk membahas masalah rancangan pembukaan undang-undang dasar yang pernah dirumuskan pada tanggal 22 Juni 1945 dan terdapat dalam Piagam Jakarta. Masalah tersebut terkait dengan kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya”. Atas jiwa kenegaraan dan untuk mempertimbangkan keragaman kelompok agama maka diputuskan untuk menghilangkan kalimat tersebut.

Segera setelah menyepakati rumusan Pembukaan Undang-undang Dasar, rapat berhasil memilih presiden dan wakil presiden yang dilakukan secara spontan. Atas usulan Otto Iskandardinata, pemilihan presidan dan wapres dilakukan secara aklamasi. Ir Sukarno dipilih sebagai presiden dan Mohammad Hatta sebagai wakil presiden Dalam rapat itu juga ditambah angota PPKI yang baru yaitu Wiranatakusumah, Ki Hadjar Dewantara, Mr.Kasman, Sajuti Melik, Mr. Iwa Kusumasumantri dan Mr. Subardjo. Setelah itu, rapat membicarakan pasal-pasal rancangan aturan peralihan dan aturan tambahan dalam UUD dan disepakati dalam waktu singkat pula.

Dengan demikian, sejak tanggal 18 Agustus 1945 bangsa Indonesia yang baru satu hari memproklamasikan kemerdekaanya telah memiliki landasan kenegaraan yaitu undang–undang dasar negara yang kemudian dikenal dengan UUD 1945. Pembukaan UUD tersebut mengandung dasar negara yaitu Pancasila. Peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang sangat revolusioner.Rapat PPKI III tanggal 22 Agustus 1945 disepakati dibentuknya Komite Nasional yang berfungsi sebagai DPR sebelum diadakan pemilu.

Pada tanggal 23 Agustus Presiden Sukarno dalam pidatonya menyatakan berdirinya tiga badan baru secara resmi, yaitu Komite Nasional Indonesia (KNI), Partai Nasional Indonesia, dan Badan Keamanan Rakyat. (BKR). KNI berfungsi sebagai DPR terdiri dari KNIP (Komite Nasional IndonesiaPusat) yang berkedudukan di Jakarta. Sedangkan di daerah berdiri KNID (daerah) yang berkedudukan di ibukota provinsi. KNIP menyelenggarakan rapat pleno tanggal 16 Oktober 1945. Dalam rapat tersebut KNIP diberikan kewenangan untuk menetapkan garis￾garis besar haluan negara (GBHN) sebelum MPR terbentuk.

Badan Keamanan Rakyat yang dibentuk atas ketetapan presiden Sukarno dimaksudkan sebagai penjaga keamanan umum di daerah-daerah dan berada dibawah koordinasi KNI daerah. BKR terdiri dari BKR pusat dan BKR daerah. Pada tanggal 5 Oktober dikeluarkan Maklumat Pemerintah yang menyatakan berdirinya Tentara Kemamanman Rakyat (TKR). Pada tanggal 18 Desember 1945 Soedirman dilantik sebagai Panglima Besar TKR dengan pangkat Jenderal. Nama itu kemudian diubah menjadi Tentara Nasional Indonesia pada tanggal 3 Juni 1947. Istilah TNI sebagai tentara nasional tetap dipertahankan sampai sekarang.

2. Revolusi dalam Pelucutan Tentara Jepang


Setelah proklamasi kemerdekaan dikumandangkan di Jakarta, menyusul kekalahan Jepang dari Sekutu beberapa hari sebelumnya, tentara Jepang masihmemiliki kekuatan dan menguasai tempat-tempat strategis. Para pemuda pendukung kemerdekaan dan revolusi Indonesia di berbagai daerah berusaha untuk melucuti tentara Jepang.

Dalam rapat raksasa di Lapangan Ikada pada tanggal 19 September 1945 para pemuda yang membawa berbagai senjata menunjukkan kekuatan revolusioner mendukung revolusi kemerdekaan. Presiden Sukarno yang memenuhi tuntutan itu meyakinkan para pemuda bahwa mereka harus menghindari konfrontasi dengan pihak Jepang yang telah menyerah pada Sekutu.Gerakan melucuti tentara Jepang serta merebut instalasi-instalasi yang masih diduduki oleh tentara Jepang dilakukan oleh para pemuda pejuang di berbagai daerah di Indonesia.

Di Surabaya, serangan terhadap kepentingan Jepang diarahkan pada Markas Don Bosco, Markas Pertahanan Jawa Timur serta pabrik-pabrik. Serangan tidak hanya ditujukan kepada Jepang melainkan juga bekas tentara Belanda yang dibebaskan dari tawanan Jepang. Ketika orang-orang Belanda yang dibebaskan Jepang mengibarkan bendera Belanda di Hotel Yamato maka dengan segera para pemuda menurunkannya dan merobek warna biru dari bendera merah putih biru menjadi hanya merah putih, bendera RI. Hotel tersebut diserbu oleh para pemuda dan berhasil merebutnya. Serangan selanjutnya adalah ke markas Kempetei (markas tentara Jepang) pada tanggal 1 Oktober 1945 dan berhasil menguasainya.

Serangan yang sama juga terjadi di Jogyakarta. Mereka memaksa penguasa Jepang untuk menyerahkan kantor milik tentara Jepang kepada semua orang Indonesia. Pada tanggal 27 September 1945 KNI Jogya mengumumkan bahwa Yogyakarta telah berada di tangan Pemerintah RI. Serangan terhadap bangunan, perusahaan, markas militer serta pabrik milik Jepang terjadi di berbagai daerah lainnya. Di Bandung, misalnya terjadi serangan terhadap Pangkalan Udara Andir serta pabrik senjata ACW (sekarang Pindad). Di Semarang, upaya pelucutan menimbulkan perlawanan Jepang sehingga pertempuran kedua belah pihak tidak dapat dihindari.

Hal yang sama juga terjadi di Sulawesi. Para pemuda di daerah itu berusaha merebut gedung-gedung penting serta studio radio dan tangsi polisi. Para Pemuda Gorontalo pada tanggal 13 September 1945 berusaha merebut markas Jepang dan berhasil menegakkan kedaulatan RI di daerah itu. Kelompok Pemuda yang tergabung dalam Pasukan Pemuda Indonesia (PPI) mengadakan gerakan di Tangsi Putih dan Tangsi Hitam di Manado, Sulawesi Utara pada tanggal 14 Februari 1946. Mereka membebaskan para pemuda yang ditahan NICA (tentara Belanda) di berbagai daerah di Sulawesi Utara. Di Balikpapan, pada tanggal 14 September 1945 sejumlah 8000 orang berkumpul di depan kompleks NICA sambil membawa bendera merah putih, sebagai tanda dukungan terhadap pemerintahan RI hasil proklamasi. Dukungan terhadap pemerintahan RI sambil merebut senjata dari Jepang dan menentang kehadiran tentara Belanda juga terjadi di Nusa Tenggara, Irian, Aceh, Sumatera Selatan, Papaua, Aceh, dan lain-lain.

3. Gerakan Militer dan Diplomasi Menegakkan Kemerdekaan


Pasca Proklamasi Kemerdekaan RI, Belanda memanfaatkan Sekutu (pemenang Perang Dunia II yang antara lain terdiri atas Belanda, Inggeris, Australia dan Amerika Serikat) untuk masuk ke Indonesia dengan cara mempersenjatai orang-orang NICA (Netherlands Indies Civil Administration) orang-orang KNIL yang baru dilepaskan dari tawanan Jepang. Orang-orang NICA dan KNIL di Jakarta, Bandung dan kota-kota lain kemudian memancing kerusuhan dengan cara mengadakan provokasi-provokasi bersenjata. Menghadapi ancaman terebut para pemuda pejuang di berbagai daerah mengadakan perlawanan.
Di Surabaya, para pemuda yang dipelopori oleh Soetomo (1921-1981) yang kemudian dikenal dengan Bung Tomo, menggunakan radio setempat untuk menimbulkan semangat revolusi ke seluruh penjuru kota Surabaya. Bung Tomo menyerukan kepada para pemuda untuk melawan pasukan Inggris yang terdiri dari serdadu-serdadu dari India yang tiba di Surabaya. Sejak tanggal 25 Oktober 1945 terjadi pertempuran antara pasukan Inggris yang berjumlah 6000 personel dengan 10-20 ribu pasukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Dengan dukungan puluhan ribu rakyat Surabaya, TKR berhasil membunuh ribuan serdadu tentara Ingggris tersebut. Gencatan senjata yang disepakati tanggal 30 Oktober 1945 tidak bisa dipertahankan labih lama setelah Panglima pasukan Inggris, Brigadir Jendeeral A.W.S Mallaby, terbunuh.

Pada tanggal 10 November 1945, setelah mendapat serangan serangan bom dari laut dan udara, wilayah Surabaya dikuasai oleh Inggeris. Kini, perlawanan rakyat terhadap pasukan Inggeris yang menyebabkan terbunuhnya ribuan rakyat Indonesia di Surabaya dikenal sebagai Hari Pahlawan. Untuk memperoleh pengakuan kedaulatan, Pemerintah RI juga menempuh jalan diplomasi. Atas usulan pemerintah RI itu, Sir Archibald Clark Kerr, duta istimewa Inggeris di Indonesia, dan Gubernur Jenderal Dr. H.J. van Mook menawarkan perundingan pada tanggal 10 Februari 1946. Dalam awal perundingan itu van Mook menyampaikan pernyataan politik pemerintah Belanda yang terdiri atas 6 fasal yang mengulangi pidato Ratu Belanda pada tanggal 7 Desember 1942. Isi pokoknya adalah:

1) Indonesia akan dijadikan negara persemakmuran berbentuk federasi yang memiliki pemerintahan sendiridi dalam lingkungan Kerajaan Nederland;

2) Masalah dalam negeri diurus oleh Indonesia, sedang urusan luar diurus oleh pemerintah Belanda;

3) Sebelum dibentuknya persemakmuran akan dibentuk pemerintah peralihan selama 10 tahun;

4) Indonesia akan dimasukkan sebagai anggota PBB.

Tentu saja usulan tersebut ditolak oleh pihak Indonesia karena sama sekali mengabaikan kedaulatan Indonesia. Para pemuda yang bergabung dalam Persatuan Perjuangan (PP) menghendaki agar pengakuan kedaulatan harus meliputi 100 persen atas wilayah Indonesia. Pada tanggal 27 Maret 1946 Sutan Sjahrir sebagai perdana Menteri memberikan jawaban disertai persetujuan dalam membentuk traktat yang isinya antara lain agar Pemerintah Belanda mengakui kedaulatan de facto RI atas Jawa dan Sumatera; supaya RI dan Belanda bekerjasama membentuk RIS; Republik Indonesia Serikat bersama-sama dengan Nederland, Suriname, Curacao, menjadi peserta dalam suatu ikatan kenegaraan Belanda.

Perundingan dilanjutkan di Hooge Veluwe (Negeri Belanda). Pemerintah RI mengirimkan delegasi yang terdiri dari Mr. Suwandi, Dr. Sudarsono, dan Mr. Abdul Karim Pringgodigdo. Delegasi RI berangkat ke Nederland pada tanggal 4 April 1946 bersama￾sama dengan Sir Archibald Clark Kerr. Delegasi Belanda yang diajukan dalam perundingan ini terdiri atas Dr. van Mook, Prof. Logemann, Dr. Idenburgh, Dr, van Royen, Prof. Van Asbeck, Sultan Hamid II dari Pontianak, dan Surio Santoso.
Usul Belanda itu pada tanggal 17 Juni 1946 ditolak oleh pemerintah RI, karena dianggap tidak mengandung sesuatu yang baru. Adapun usul balasan Pemerintah RI meliputi Republik Indonesia berkuasa de facto atas Jawa, Madura, Sumatera, ditambah dengan daerah-daearah yang dikuasai oleh tentara Inggris dan Belanda; Republik Indonesia menolak ikatan kenegaraan dengan Belanda dan menghendaki penghentian pengriman pasukan Belanda ke Indonesia, sedangkan Pemerintah Republik Indonesia tidak akan menambah pasukannya; Pemerintah Republik menolak suatu periode peralihan di bawah kedaulatan Belanda.

Tekanan politik diberikan dengan cara menyelenggarakan Konferensi Malino dengan tujuan untuk membentuk “negara-negara” di daerah-daerah yang baru diserahterimakan oleh Inggrisdan Australia. “Negara-negara” itu kelak dijadikan imbangan terhadap RI, untuk memaksa pemerintah RI agar menerima bentuk federasi sebagaimana yang diusulkan oleh pihak Belanda. Konferensi lainnya diselenggarakan di Pangkalpinang khusus untuk golongan minoritas. Konferensi Malino diadakan pada tanggal 15-25 Juli 1946 dan Konferensi Pangkalpinang pada tanggal 1 Oktober 1946. Sedangkan tekanan militer dilakukan dengan cara mengirimkan pasukan ke daerah-daerah konflik di berbagai wilayah Indonesia.

Pada tanggal 10 November 1946 dilaksanakan perjanjian di Linggarjati Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Hasil perundingan diumumkan pada tanggal 15 Nopember dan menyepakati pemerintah RI dan Belanda bersama-sama menyelenggarakan berdirinya sebuah negara berdasarkan federasi, yang dinamai Negara Indonesia Serikat; Pemerintah RIS akan bekerjasama dengan pemerintah Belanda membentuk Uni Indonesia-Belanda.Hasil perundingan Linggarjati ditanggapi dengan sikap pro dan kontra. Mereka bergabung dalam partai yang berbeda. Partai politik menyatakan menentang terdiri dari Masyumi, Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Wanita, Angkatan Comunis Muda (Acoma), Partai Rakyat Indonesia, Laskar Rakyat Jawa Barat, Partai Rakyat Jelata. Sedangkan yang mendukung adalah PKI, Pesindo, BTI, Lasykar Rakyat, Partai Buruh, Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Partai Katholik.

Dewan Pusat Kongres Pemuda menyatakan tidak menentukan sikap terhadap naskah persetujuan demi menjaga persatuan di kalangan organisasi mereka yang berbentuk federasi. Golongan yang menolak Linggajati bergabung di dalam Benteng Republik Indonesia, yang terdiri dari partai serta organisasi tersebut di atas.Atas desakan dari Belanda serta tuntutan dari beberapa negara bagian, Pemerintah RI menyatakan bersedia mengakui Negara Indonesia Timur sekalipun pembentukannya tidak selaras dengan Perjanjian Linggajati. Status Borneo harus dibicarakan bersama oleh RI-Belanda. RI tetap diakui sebagaimana termaktub dalam Perjanjian Linggajati. Dalam bidang militer pemerintah RI menyetujui demiliterisasi daerah demarkasi antara kedua pihak dengan menyerahkan penjagaan zone bebas-militer itu kepada Polisi. Peta demarkasi dikembalikan pada situasi 24 Januari 1947. Tentara kedua belah pihak harus diundurkan dari daerah demarkasi ke kota garnisun masing-masing. Penyelenggaraan fasal 16 tentang pertahanan Indonesia Serikat, adalah urusan Negara Serikat sebagai kewajiban nasional dan pada dasarnya harus dilakukan oleh tentara nasional sendiri.

Hasil Persetujuan Linggajati tanggal 25 Maret 1947, dengan adanya pengakuan secara de facto Pemerintah RI atas Jawa dan Sumatera oleh Belanda telah menarik dunia internasional terlebih-lebih setelah Belanda melakukan berbagai pelanggaran. Ketegangan￾ketegangan baru timbul, karena perbedaan tafsir mengenai isi persetujuan itu. Pihak Belanda tidak dapat menahan diri, dan melanjutkan agresinya.

Agresi militer Belanda pada tanggal 21 Juli 1947 merupakan salah satu pelanggaran besar atasa persetujuan tersebut. Dunia internasional bereaksi keras atas pelanggaran tersebut. Oleh karena itu masalah Indonesia kemudian dimasukkan ke dalam acara sidang Dewan Keamanan pada 31 Juli 1947. Australia mengusulkan bahwa atas dasar pasal 39 Piagam PBB, Dewan Keamanan agar mengambil tindakan terhadap suatu usaha yang mengancam perdamaian dunia. Aksi militer yang dilakukan terhadap RI oleh Belanda itu merupakan suatu ancaman terhadap perdamaian. Kedudukan RI semakin kuat dan dunia luar mengakui PerjuanganKemerdekaan Indonesia. Sejak itu, organisasi internasional tersebut memberikan jasa-jasa baik untuk menyelesaikan sengketa Indonesia dengan Belanda.

Pada tanggal 1 Agustus 1947 PBB mengeluarkan seruan kepada Indonesia danBelanda untuk segera menghentikan tembak-menembak; menyelesaikan pertikaiannya dengan cara perwasitan (arbitrase) atau dengan cara-cara damai yang lain dan melaporkan tentang hasil-hasil penyelesaian itu kepada Dewan Keamanan. Gencatan senjata disepakati pada 4 Agustus 1947 dan kemudian meningkat kepada perundingan. Menghadapi konflik yang tidak kunjung usai antara Indonesia-Belanda maka PBB membentuk suatu komisi jasa-jasa baik bernama Komisi Tiga Negara (KTN). Anggota KTN seorang dipilih oleh Indonesia, seorang dipilih oleh Belanda, sedangkan kedua anggota itu memilih anggota ketiga. Pemerintah Republik Indonesia memilih Australiadiwakili Richard C. Kirby, pemerintah Kerajaan Belanda meminta Belgia diwakili Paul van Zeeland, sedang kedua negara tersebut memilih Amerika Serikat sebagai penengah diwakili Dr. Frank B. Graham. Atas jasa KTN ini maka Indonesia dan Belanda menerima tawaran pemerintah Amerika Serikat untuk berunding di atas kapal angkut pasukan Renville sebagai tempat perundingan netral pada tanggal 8 Desember 1947.

Perundingan tersebut berakhir pada tanggal 17 Januari 1948 dengan menghasilkan naskah Persetujuan Renville yang antara lain berisi: “persetujuan gencatan senjata antara Indonesia dan Belanda; dan enam pokok prinsip tambahan untuk perundingan guna mencapai penyelesaian politik”.

Ternyata Belanda masih melakukan pelanggaran yang telah disepakatinya. Negara bekas penjajah ini melakukan aksi militernya yang kedua pada tanggal 19 Desember 1948. KTN melaporkan kepada Dewan Keamanan bahwa Belanda nyatanya melakukanpelanggaran ketentuan Dewan Kemanan. Dewan Keamanan bersidang pada 22 Desember 1948, dan menghasilkan resolusi; mendesak supaya permusuhan segera dihentikan dan pemimpin Indonesia yang ditawan segera dibebaskan. KTN ditugaskan untuk menjadi pengawas pelaksanaan resolusi itu.Di forum internasional, Indonesia memeproleh kemenangan diplomatik. Kemenangan tersebut diperoleh setelah dukungan terhadap Indonesia diperoleh dari negara-negara di Asia dan Afrika.

Perdana Menteri India, Jawaharlal Nehru, tanggal 23 Januari 1949 atas nama Konferensi Asia di New Delhi menuntut dipulihkannya Republik Indonesia kepada keadaan semula, ditariknya mundur tentara Belanda, diserahkannya kedaulatan kepada rakyat Indonesia dan diperluasnya wewenang KTN. Konferensi NewDelhi ini diprakarsai oleh Perdana Menteri India dan dihadiri oleh wakil-wakil negara￾negara Afghanistan, Australia, Burma, Sri Langka, Mesir, Ethiopia, India, Iran, Iraq, Libanon, Pakistan, Philipina, Saudi Arabia, Suriah dan Yaman sebagai peserta; dan wakil dari negara-negara Cina, Nepal, Selandia Baru dan Muangthai sebagai peninjau.

Dengan demikian, Revolusi Indonesia memberi pengaruh luas di kalangan negara-negara Asia danAfrika.Atas desakan para peserta Konferensi New Delhi Dewan Keamanan menerima suatu resolusi konferensi yang menyerukan diadakannya gencatan senjata dandibebaskannya para pemimpin Indonesia untuk kembali ke Yogyakarta.Resolusi itu untuk pertama kalinya menentukan dengan jelas garis-garis dan jangka waktu “penyerahan” kedaulatan dari tangan Belanda ke pihak Indonesia, dan meluaskan wewenang KTN yang namanya diubah manjadi United Nations Commission for Indonesia (UNCI).

Pada tanggal 19 – 22 Juli 1949 diadakan perundingan antara kedua belah pihak, yaitu RI dan negara-negara bagian, yang disebut Konferensi Antar-Indonesia. Konferensi itu memperlihatkan, bahwa politik divide et impera Belanda untuk memisahkan daerah￾daerah di luar Republik dari Republik Indonesia, akhirnya mengalami kegagalan. Pada Konferensi Antar-Indonesia yang diselenggarakan di Yogyakarta itu dihasilkan persetujuan mengenai bentuk dan hal-hal yang bertalian dengan ketatanegaraan Negara Indonesia Serikat berdasarkan demokrasi dan federalisme yang dikepalai oleh presiden konstitusional. Selain itu dibentuk dua badan perwakilan yaitu dewan perwakilan rakyat dan sebuah dewan perwakilan negara bagian (senat). Di bidang militer dibentuk Angkatan Perang RIS.

Pada tanggal 30 Juli 1949 Konferensi Antar-Indonesia dilanjutkan di Jakarta dan dipimpin oleh PM Hatta. Konferensi ini membahas masalah pelaksanaan dari pokok persetujuan yang telah disepakati di Yogyakjarta. Kedua belah pihak setuju untuk membentuk panitia Persiapan Nasional yang bertugas menyelenggarakan suasana tertib sebelum dan sesudah Konferensi Meja Bundar (KMB). Sesudah berhasil menyelesaikan masalahnya sendiri dengan musyawarah di dalam Konferensi Antar-Indonesia kini bangsa Indonesia sebagai keseluruhan siap menghadapi KMB. Delegasi Indonesia terdiri dari Dr. Mohammad Hatta, Mr Moh Roem, Prof. Mr Supomo, dr J Leimena, Mr Ali Sastroamidjojo, Ir Djuanda, dr. Sukiman, Mr. Suyono Hadinoto, Dr Sumitro Djojohadikusumo, Mr Abdul Karim Pringgodigdo, Kol TB Simatupang, dr Mr. Sumardi. Sedangkan dari BFO dipimpin oleh Sulatan Hamid II dari Pontianak.

Pada tanggal 23 Agustus 2 November 1949 KMB diselenggarakan di Den Haag. KMB kemudian diajukan kepada KNIP untuk diratifikasi. KNIP yang bersidang pada tanggal 6 Desember 1949, berhasil menerima KMB dengan 226 pro lawan 62 kontra, dan 31 meninggalkan sidang. Selanjutnya pada tanggal 15 Desember 1949 diadakan pemilihan Presiden RIS dengan calon tunggal Ir. Soekarno. Ir. Sukarno terpilih sebagai Presiden RIS pada tanggal 16 Desember 1949 dan pada tanggal 17 Desember (keesokan harinya) Presiden RIS diambil sumpahnya. Pada tanggal 20 Desember 1949 Kabinet RIS yang pertama di bawah pimpinan Drs. Moh. Hatta selaku Perdana Menteri, dilantik oleh Presiden.

Akhirnya pada tanggal 23 Desember 1949 delegasi RIS yang dipimpin oleh Drs. Mohammad Hatta berangkat ke Negeri Belanda untuk menandatangani akte “penyerahan” kedaulatan dari Pemeritah Belanda dan menjadikan kemerdekaan sepenuhnya menjadi Republik Indonesia. Pada tanggal 27 Desember 1949 Belanda “menyerahkan” kedaulatan atas Indonesia, tidak termasuk Papua. Kata “penyerahan” ditulis dalam tanda kutip karena bagi Indonesia sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia sudah memiliki kedaulatan sebagai negara merdeka dan Belanda tidak perlu lagi menyerahkan kedaulatannya atas Indonesia. Akhirnya, kerena tidak ada lagi dukungan dari Belanda maka satu persatu negara-negara bagian yang disponsori oleh Belanda meleburkan diri ke dalam Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950.

Revolusi kemerdekaan Indonesia menarik dunia internasional. Langkah yang ditempuh Indonesia dalam melawan Belanda dalam memperoleh pengakuan kedaulatan dengan cara militer dan diplomasi mempengaruhi negara-negara di Asia dan Afrika. Pada tahun 1950-an sebagian besar negara-negara di Asia dan Afrika masih berada di bawah kekuasana imperialisme Barat dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Proklamasi kemerdekaan tidak hanya menandai lahirnya kedaulatan melainkan diperlukan upaya untuk mempertahankannya. Gerakan kemerdekaan di Asia dan Afrika secara intensif dilakukan setelah mereka mendapat pengaruh dari pengalaman Revolusi Kemerdekaan Indonesia. “Kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh karena itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan” seperti bunyi Pembukaan UUD 1945.

Related Posts

Silakan pilih sistem komentar anda ⇛   

0 komentar untuk Revolusi Indonesia (1945-1950)